Pembangunan Bronjong dan Turap di Uning Sarat Misteri: Tanpa Papan Proyek, Publik Pertanyakan Transparansi

Yusra Efendi
31 Mei 2025 11:58
BERITA 0 137
3 menit membaca

Takengon, SCNews.co.id – Di tengah tuntutan era keterbukaan informasi dan akuntabilitas penggunaan dana publik, sebuah proyek fisik justru muncul secara senyap dan membingungkan. Pembangunan bronjong dan turap sungai Peusangan di Kampung Uning, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, diduga dilaksanakan tanpa kejelasan asal-usul anggaran, identitas pelaksana, maupun dasar hukum pelaksanaannya.

 

Pantauan langsung awak media di lokasi proyek, tepat di bawah jembatan Uning,dekat Mesjid Al-Munawwarah,menemukan kejanggalan yang tidak bisa dianggap remeh,tidak ada satu pun papan nama proyek atau informasi kegiatan sebagaimana diatur dalam regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Yang tampak hanyalah sejumlah pekerja yang tengah menyusun bronjong dan memasang turap di sepanjang bibir sungai. Selebihnya, gelap dan penuh tanda tanya.

 

“Kami sendiri tidak tahu siapa yang kerjakan, tidak ada pemberitahuan, tidak ada plang proyek. Tiba-tiba saja sudah ada batu gunung, pasir, dan split berdatangan. Kami kira awalnya untuk masjid, tapi dari besarnya skala kerja, ini seperti proyek pemerintah,” ujar salah seorang warga sekitar yang enggan disebut namanya.

 

Pertanyaan besar pun mencuat. Siapa pelaksana proyek ini? Dari mana sumber dananya? Apa nilai kontraknya? Dan mengapa pelaksanaan proyek berlangsung secara diam-diam tanpa papan informasi resmi? Semua itu menjadi teka-teki yang menggantung di benak masyarakat Uning.

 

Padahal, kewajiban memasang papan nama proyek bukan sekadar formalitas, melainkan amanat hukum. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 jo. Perpres 70 Tahun 2012, disebutkan bahwa setiap proyek fisik yang dibiayai oleh negara wajib memasang papan informasi. Tujuannya jelas: memberikan akses informasi kepada publik dan membuka ruang partisipasi dalam pengawasan penggunaan anggaran.

 

Ketiadaan informasi ini justru membuka ruang bagi praktek manipulatif. Tanpa papan proyek, publik kehilangan kendali untuk menilai apakah kegiatan itu sesuai prosedur, tepat sasaran, dan tidak terjadi mark-up anggaran. Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan potensi pelanggaran asas transparansi dan akuntabilitas.

 

 

Kasus di Uning ini menambah daftar panjang fenomena “proyek hantu” yang kerap muncul di daerah-daerah—proyek yang muncul secara tiba-tiba, tidak tercatat dalam dokumen perencanaan yang diketahui publik, dan nihil papan informasi. Situasi ini memunculkan kesan adanya pola sistemik yang berusaha menghindari kontrol publik dengan membungkam saluran informasi sejak awal pelaksanaan.

 

Lebih jauh lagi, ketertutupan informasi proyek dapat menjadi indikator lemahnya tata kelola anggaran publik, serta potensi adanya konflik kepentingan yang ditutupi oleh kabut administratif.

 

 

Hingga berita ini diturunkan, tim redaksi SCNews.co.id belum berhasil mendapatkan konfirmasi resmi dari pihak terkait, baik dari Pemerintah Kampung Uning, maupun instansi teknis terkait lainnya. Ketidak jelasan kegiatan ini merupaka sebuah tanda tanya, apakah ini kegiatan Pemerintah Daerah atau kegiatan Pemerintah Provinsi, atau bahkan lintas sektor lainnya.

 

Hal ini tentu menjadi pelemah terhadap semangat transparansi yang selama ini digaungkan oleh Pemerintah Daerah dan Pusat. Jika proyek fisik seharusnya dapat berjalan tanpa informasi terbuka, maka bagaimana masyarakat dapat melakukan fungsi kontrol sosial?

 

 

 

(Tim Redaksi )

 

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *