PT. LMR Tambang atau Ancaman Bisu di Aceh Tengah?

Yusra Efendi
9 Jun 2025 01:55
2 menit membaca

Aceh Tengah, SCNews.co.id -8 Juni 2025, Hingga hari ini, keberadaan dan aktivitas PT. Linge Mineral Resources (PT. LMR) di wilayah Kecamatan Linge, Aceh Tengah, masih menyisakan sejumlah pertanyaan besar. Sejak awal kehadirannya di Aceh, perusahaan ini terus menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat lingkar tambang, terutama berkaitan dengan dampak lingkungan, sosial, serta kejelasan status legal dan operasionalnya.

 

Berdasarkan penelusuran dan kajian sementara, PT. LMR telah hadir di Aceh sejak lebih dari satu dekade silam. Namun, yang menjadi pertanyaan penting adalah: sudah berapa bupati berganti, tetapi proses dan eksistensi PT. LMR tetap berjalan tanpa transparansi memadai?

 

Ironisnya, keberadaan PT. LMR masih sangat terasa dan menjadi perhatian serius di lapisan masyarakat Kecamatan Linge, namun seolah-olah menghilang dari perhatian di tingkat kabupaten, provinsi, hingga pemerintah pusat. Hal ini memperlihatkan adanya ketimpangan pengawasan dan lemahnya akuntabilitas dalam tata kelola pertambangan di daerah.

 

Sebagai mahasiswa yang menekuni studi hukum dan kebijakan publik, saya, Agus Muliara, menyampaikan keprihatinan serius dan mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk tidak bersikap apatis dan abai. Secara khusus, saya menantang Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik: sudah sejauh mana sebenarnya proses dan status hukum PT. LMR saat ini?

 

Tidak mungkin seorang kepala daerah tidak mengetahui keberadaan dan perkembangan korporasi besar yang beroperasi di wilayah pemerintahannya. Jika demikian, maka ini adalah bentuk kelalaian yang serius dan patut dipertanyakan dari segi tanggung jawab hukum dan politik seorang kepala daerah.

 

Kami menuntut:

 

1.Transparansi penuh dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah terkait izin, status hukum, dan aktivitas terkini PT. LMR.

2. Audit lingkungan dan sosial yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga independen.

3. Evaluasi terhadap peran pemerintah daerah dalam pengawasan tambang, serta kajian atas potensi kekosongan hukum atau pembiaran administratif yang terjadi selama ini.

 

Pertambangan bukan hanya soal potensi ekonomi, melainkan juga menyangkut hak-hak masyarakat adat, kelestarian lingkungan, dan keadilan antargenerasi. Sudah saatnya publik Aceh Tengah mendapatkan kejelasan, bukan sekadar janji dan pembiaran yang berlarut-larut.

 

(Redaksi)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *