Takengon, SCNews.co.id – 29 Juli 2025
Polemik penggerebekan yang diduga terkait pesta miras dan narkoba di Desa Kala Kemili, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, kembali mencuat setelah dua tokoh penting yang sebelumnya memberikan keterangan ke media kini diduga mengubah pernyataan mereka setelah makan kambing bersama para pelaku saat proses perdamaian informal.
Ketua RGM Maidim Pinem dan Kepala Dusun Ridwan sebelumnya menjadi sumber utama dalam pemberitaan awal terkait penggerebekan 10 orang yang diduga terlibat dalam pesta dugem pada Jumat dini hari, 18 Juli 2025. Dalam wawancara yang sempat terekam video di Kantor Desa Kala Kemili, keduanya secara terang-terangan menyatakan bahwa pesta musik dan minuman keras telah berlangsung sejak malam hingga menjelang pagi, dan menjadi alasan utama warga melakukan penggerebekan sekitar pukul 07.00 WIB.
Namun, pernyataan tersebut berubah drastis ketika keduanya dipanggil ke Kantor Satpol PP Kabupaten Aceh Tengah pada Senin, 27 Juli 2025. Dalam pertemuan tersebut, baik Maidim Pinem maupun Ridwan mengaku tidak mengetahui secara pasti adanya aktivitas dugem atau miras saat penggerebekan. Mereka bahkan menyatakan bahwa telah berdamai dengan para pelaku pesta, khususnya terkait keributan dan insiden ancaman yang sempat terjadi saat penggerebekan berlangsung.
Perubahan sikap ini menimbulkan kekecewaan besar di tengah masyarakat. Beberapa warga menilai pernyataan yang berubah-ubah tersebut bukan sekadar kekeliruan, melainkan bentuk manipulasi informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum.
“Kalau mereka awalnya mengaku tahu, lalu berubah di hadapan aparat setelah ‘disuap’ makan bersama, itu bisa jadi bentuk pengaburan kebenaran dan manipulasi publik. Pelaku bisa saja lolos dari proses hukum karena informasi yang disampaikan tidak lagi menggambarkan fakta sesungguhnya,” ungkap salah seorang tokoh pemuda Kala Kemili.
Tindakan memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan, apalagi dilakukan oleh pejabat kampung atau tokoh masyarakat, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius. Dalam konteks hukum nasional, tindakan memberikan keterangan palsu dapat dijerat dengan Pasal 242 KUHP:
“Barang siapa dalam hal yang menurut peraturan perundang-undangan diperintahkan untuk memberi keterangan di bawah sumpah, dengan sengaja memberikan keterangan palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Selain itu, dalam konteks hukum lokal di Aceh, tindakan yang menghalangi proses penegakan syariat Islam juga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat, yang dalam Pasal 5 dan Pasal 6 menjelaskan bahwa setiap orang wajib membantu proses hukum dalam perkara jinayah (pidana syariat), dan pihak yang menghalanginya dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
Adapun aktivitas yang diduga mengandung unsur khamar (minuman beralkohol) dan zināyah (perzinahan atau kumpul kebo), juga merupakan pelanggaran Syariat Islam sebagaimana diatur dalam:
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Pasal 16 ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja mengkonsumsi khamar dihukum dengan hukuman uqubat cambuk paling banyak 40 kali atau denda atau penjara.”
Pasal 33 Qanun yang sama juga menyebutkan hukuman bagi pelaku perzinahan dengan cambuk hingga 100 kali.
Dengan adanya perubahan pernyataan yang mengaburkan kronologi sebenarnya, Ketua RGM dan Kadus tidak hanya melecehkan kepercayaan masyarakat, tetapi juga berpotensi menghalangi jalannya keadilan dan penegakan Qanun di Aceh.
Hingga saat ini, Satpol PP masih belum memberikan pernyataan resmi mengenai sikap terhadap perubahan keterangan dari dua tokoh tersebut. Namun sumber internal menyebutkan, proses klarifikasi terhadap semua pihak masih berlangsung dan akan dikaji ulang berdasarkan bukti video dan saksi.
Sementara itu, masyarakat Desa Kala Kemili menyerukan agar proses hukum tidak berhenti di meja damai dan makan kambing semata. “Kalau dugaan aktivitas khamar dan zināyah benar terjadi, ini harus ditindak sesuai Qanun. Tak bisa diselesaikan di dapur,” tegas salah seorang warga.
Redaksi SCNews.co.id akan terus mengawal perkembangan kasus ini sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi dan penegakan hukum di Aceh Tengah.
Tim Redaksi
Tidak ada komentar