Dugaan Mark-Up Bayangi Kegiatan Pelatihan 7 Desa di Kecamatan Jagong Jeget. 

Yusra Efendi
5 Agu 2025 13:59
2 menit membaca

Takengon,SCNews.co.id – 5 Agustus 2025, Kecurigaan publik terhadap transparansi pengelolaan dana desa di Kecamatan Jagong Jeget, Aceh Tengah, kian menguat. Setelah sorotan tajam dari aktivis Ruhdi Sahara terhadap kegiatan pelatihan tata kelola naskah dinas yang hanya berlangsung satu hari namun menelan anggaran hingga Rp6,9 juta per desa, kini rudi sahara mulai curiga atas steakmen Camat Jagung Jeget.

 

“Rp6.900.000 untuk satu hari dengan hanya empat peserta per desa,ini kegiatan apa? Tidak wajar kalau kita curiga,” tegas Ruhdi kepada awak media, menyoroti ketimpangan antara durasi, jumlah peserta, dan nilai anggaran yang digelontorkan.

 

Kegiatan pelatihan tersebut disebut telah berlangsung di sebuah kafe di Aceh Tengah, dengan peserta dari tujuh desa di Kecamatan Jagong Jeget. Namun kemewahan lokasi dan rincian pengeluaran yang masih belum jelas, justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan dibanding jawaban.

 

Camat Jagong Jeget, Drs. Abada, yang turut dikonfirmasi pada Senin (4/8/2025), menyebut kegiatan itu telah melalui proses musyawarah desa dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Namun, ia enggan menanggapi secara langsung soal dugaan mark-up anggaran.

 

“Kalau soal rincian RAB atau indikasi penggelembungan, itu bukan ranah saya. Silakan langsung konfirmasi ke Ketua BKAD,yang jelas kegiatan sudah selesai di laksanakan satu hari,yang menjadi Nara sumber delegasi dari DPMK dan Pendamping” ujar Abada.

 

Pernyataan Camat ini bukannya meredakan kecurigaan, malah memicu spekulasi baru di tengah masyarakat soal lemahnya pengawasan lintas sektor terhadap penggunaan dana desa.

 

Sementara itu, Suyoto, Sekretaris Desa Gegarang sekaligus panitia pelaksana kegiatan, menjelaskan bahwa anggaran digunakan untuk keperluan sewa tempat, konsumsi, transport, uang saku, dan bahkan pengadaan seragam pelatihan.

 

Pernyataan ini sontak memantik reaksi sinis dari masyarakat. “Seragam pelatihan? Sehari pelatihan tapi harus berseragam. Ini pelatihan atau wisuda?” sindir seorang warga yang enggan disebut namanya.

 

Sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis mulai mendesak agar Inspektorat dan aparat penegak hukum turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap kegiatan tersebut. Menurut mereka, jika dibiarkan, praktik seperti ini bisa menjadi catatan panjang preseden buruk dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.

 

“Ini bukan hanya soal angka, tapi soal etika dan akuntabilitas. Rakyat makin cerdas, jangan anggap mereka tidak tahu menghitung,” pungkas Ruhdi Sahara.

 

Redaksi SCNews.co.id

Kami akan terus mengawal isu ini demi tegaknya transparansi dan keadilan dalam pengelolaan dana publik.

 

 

 

Tim Redaksi.

 

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x