Takengon,SCNews.co.id – 12 September 2025,Ketidakhadiran Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga, dalam dua hari berturut-turut aksi unjuk rasa Aliansi Masyarakat Gayo (AMG) memicu eskalasi protes,Pada Kamis (11/9/2025),massa akhirnya menggembok pintu gerbang gedung DPRK Aceh Tengah sebagai bentuk kekecewaan terhadap sikap pimpinan daerah yang dinilai tidak profesional dan mengabaikan aspirasi publik.
Ratusan pengunjuk rasa, didampingi belasan anggota Ikatan Pedagang Keliling (IPK) Aceh Tengah, kembali memadati halaman DPRK. Mereka mendesak Bupati, Wakil Bupati, dan Ketua DPRK turun langsung menemui mereka ,bukan diwakili pejabat lain. Namun jawaban dari pemerintah daerah dinilai tak memuaskan.
Asisten I Setdakab, Latif Rusdi, menyatakan Bupati sedang berada di Banda Aceh untuk acara pelepasan Pangdam Iskandar Muda dan pertemuan dengan Gubernur, sementara Wakil Bupati diklaim sedang meninjau jembatan di Pameu.
“Kami tak mau lagi alasan seremonial. Rakyat menuntut kejelasan, bukan janji audensi di lain waktu,” ujar Gilang Ken Tawar, penanggung jawab aksi. Gilang menegaskan massa menolak audiensi tertutup karena ingin semua pihak mengetahui langsung isi pembicaraan dengan pimpinan daerah.
Kekecewaan memuncak, massa menggembok gerbang DPRK sebagai simbol bahwa gedung wakil rakyat dianggap gagal menyerap aspirasi. Aksi berjalan tertib namun tegas, dengan pengamanan dari aparat Polres Aceh Tengah.
Selain tuntutan politik, AMG memberi peringatan keras: bila pimpinan daerah terus abai, demo selanjutnya tidak menutup kemungkinan kantor Bupati akan ikut disegel oleh massa. “Kalau Bupati dan Wakil terus menghindar, kami tak segan menempuh langkah lebih tegas, termasuk menutup sementara akses kantor Bupati supaya mereka merasakan konsekuensi dari ketidakhadiran,” kata Gilang.
Pendapat pakar hukum tata pemerintahan menambah kekuatan analisis. Praktisi yang tidak mau di sebutkan identitasnya menilai ketidakhadiran kepala daerah di saat krisis aspirasi merupakan bentuk kelalaian etika pemerintahan. “Seorang bupati adalah wakil rakyat,kewajiban hadir dan merespons tuntutan publik adalah bagian dari fungsi kepemimpinan.
Ketidakhadiran berulang yang disertai alasan seremonial menurunkan legitimasi dan berpotensi memicu aksi politik maupun langkah hukum dari masyarakat,” ujarnya
Praktisi juga mengingatkan konsekuensi institusional: “Jika legitimasi pemimpin menipis dan konflik terus berlanjut, DPRK dan elemen masyarakat bisa mendorong mekanisme pengawasan hingga langkah evaluasi politik. Ancaman segel kantor Bupati merupakan sinyal bahwa kepercayaan publik sudah di ujung Jalan.”
AMG menyatakan eskalasi aksi akan trus berlanjut hingga tuntutan mereka didengar , mereka bahkan menargetkan penggalangan massa dari petani, pedagang, dan nelayan selama beberapa hari kedepan .
Sementara itu, pemerintahan daerah diimbau segera memilih langkah transparan,menghadapi rakyat langsung atau menghadapi risiko konflik yang lebih besar.
Redaksi
Tidak ada komentar