Polres Bener Meriah Dalami Kasus Dugaan Kekerasan Terhadap Santri, Pelaku Diduga Anak Pemilik Pesantren 

Yusra Efendi
19 Sep 2025 03:04
HUKUM 0 1861
2 menit membaca

Bener Meriah, SCNews.co.id – 20 Agustus 2025. Kepolisian Resor (Polres) Bener Meriah melalui Satreskrim resmi mengumumkan perkembangan terbaru penyelidikan kasus dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang terjadi di Desa Bener Kelipah Selatan, Kecamatan Bener Kelipah, pada Jumat, 8 Agustus 2025, sekitar pukul 11.00 WIB.

 

 

Dalam surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) bernomor SP2HP/38/VIII/RES.124/RESKRIM yang diterbitkan pada 20 Agustus 2025, polisi menegaskan bahwa kasus ini mengacu pada Pasal 76C jo Pasal 80 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

 

 

Berdasarkan informasi yang dihimpun, terduga pelaku dalam kasus ini adalah Khairul Basari (KB), yang diketahui merupakan anak dari seorang guru besar sekaligus pemilik pesantren ternama Dayah Madinatul Thulabah Al Aziziyah di Kabupaten Bener Meriah.

 

 

Fakta ini membuat kasus semakin menjadi sorotan publik, mengingat status sosial keluarga pelaku yang cukup disegani di wilayah tersebut.

Kronologi menyebutkan, kekerasan yang menimpa korban dilakukan dengan menggunakan pohon bery,alat tersebut digunakan pelaku untuk menganiaya korban hingga menimbulkan luka serius, sebagaimana tertuang dalam laporan polisi yang terdaftar di Polres Bener Meriah.

 

 

Satreskrim Polres Bener Meriah telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan Nomor SP Lidik 29 N1URES.1.24/2025/Reskrim dan memastikan proses hukum tengah berjalan. Penyidik juga sudah menerbitkan undangan klarifikasi kepada pihak pelapor serta saksi korban atas nama Sdri. Rahmayana guna memperkuat keterangan dan alat bukti.

 

 

Kepolisian menegaskan komitmennya untuk menuntaskan perkara ini sesuai aturan hukum yang berlaku serta menjamin perlindungan terhadap korban. Publik juga dapat mengikuti perkembangan kasus melalui situs resmi kepolisian.

 

 

Kasus ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat, yang mendesak agar penegakan hukum tidak pandang bulu meski pelaku berasal dari keluarga besar pemilik pesantren. Mereka menilai perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas utama tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

 

 

 

(IK)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *