Takengon,SCNews.co.id -29 Juli 2025 Ketua Umum HMI Cabang Takengon-Bener Meriah, Afdhalal Gifari, melontarkan kritik tajam dan tegas kepada Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Aceh Tengah yang dinilainya telah bertindak di luar batas etika dan norma sosial, apalagi norma keagamaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat lembaga tersebut.
Kritik ini mencuat setelah Kepala Kemenag menginstruksikan anak buahnya untuk melakukan gotong royong secara sepihak di bangunan tua milik Pemda Aceh Tengah yang telah ditempati secara sah oleh kader HMI sejak 2021. Bangunan tersebut bukan dikuasai secara ilegal, melainkan atas dasar kesepakatan resmi bersama pemerintah daerah, termasuk Bupati, Sekda, dan bagian aset pada masa itu.
Namun ironisnya, pada 2025, tanpa pemberitahuan ataupun pendekatan dialogis, Kepala Kemenag Aceh Tengah langsung mengerahkan bawahannya untuk “membersihkan” lokasi itu secara paksa, di saat kader HMI masih berada di dalam dan tengah beraktivitas. Tidak ada permisi, tidak ada etika komunikasi—mereka masuk seperti menyerbu bangunan kosong. “Seolah kami ini bukan manusia, tapi makhluk tak berharga yang bisa disingkirkan semaunya,” tegas Afdhalal.
Menurutnya, tindakan semacam ini bukan hanya bentuk pelecehan terhadap eksistensi organisasi mahasiswa, tapi juga cermin dari kegagalan moral seorang pemimpin birokrasi yang mengatasnamakan agama namun tak mencerminkan nilai-nilai keagamaan. “Kalau seorang pejabat Kemenag tidak tahu cara mengetuk pintu, apalagi adab bertamu, maka rusaklah sudah akal etik yang mestinya menjadi pondasi pelayanan publik,” ujarnya.
Afdhalal menyebut, institusi negara tak kekurangan gedung, tapi sangat kekurangan pejabat yang beretika. Ia menegaskan bahwa tindakan seperti ini tak boleh dibiarkan, dan HMI Cabang Takengon-Bener Meriah akan menyurati langsung Kementerian Agama RI untuk meminta evaluasi menyeluruh hingga pencopotan Kepala Kemenag Aceh Tengah.
“Kami bicara bukan karena tempat, tapi karena martabat. Ini bukan sekadar arogansi birokrasi, ini sudah menyentuh wilayah pengkhianatan terhadap nilai-nilai akhlak publik. Jabatan boleh dipinjam negara, tapi akhlak tidak bisa dipinjam. Kalau adab nol, maka tak layak memimpin,” tutupnya.
Redaksi
Tidak ada komentar