“Bersuara Demi Keadilan, Diberangus Kekuasaan: Kasus Mr. Jhon dan Wajah Buram Demokrasi Desa”

Yusra Efendi
27 Jun 2025 15:03
2 menit membaca

Takengon,SCNews.co.id -27 Juni 2025,

Kebebasan berekspresi kembali dipertanyakan di Kabupaten Aceh Tengah. Seorang konten kreator sekaligus pelaku seni, Sofyan Hakim alias Mr. Jhon, menjadi korban kesewenang-wenangan Forum Reje (kepala desa) setelah video reflektifnya tentang pentingnya integritas dalam pengelolaan Dana Desa viral di media sosial.

 

Video tersebut bukan berisi makian, hujatan, apalagi ujaran kebencian. Hanya sebuah pesan moral bernuansa religius: “Berhati-hatilah dalam mengelola anggaran desa, karena semua akan kembali ke Tuhan.” Namun video itu malah memicu bara dendam dari para pemangku jabatan kampung.

 

Bukannya intropeksi, Forum Reje justru tersulut, seperti bara api tersiram bensin. Mereka bergerak cepat memaksa pemecatan Mr. Jhon dari jabatannya sebagai anggota Rakyat Genap Mupakat (RGM)—sebuah lembaga musyawarah desa yang seharusnya menjadi simbol demokrasi kampung.

 

“Entah dasar apa nama saya dihapus dari daftar RGM di kampung saya sendiri,” kata Mr. Jhon dengan nada kecewa kepada media.

 

Ironisnya, tuntutan yang diajukan tidak hanya pemecatan. Mr. Jhon bahkan dipaksa menghapus video tersebut dan meminta maaf secara terbuka. Jika menolak? Maka harus membayar “denda adat” berupa memotong seekor kerbau—seolah-olah menyampaikan kritik adalah dosa besar yang harus ditebus dengan persembahan.

 

Padahal, posisi RGM bukan ditentukan oleh forum reje, melainkan hasil pemilihan oleh masyarakat.

 

“Saya ini dipilih oleh masyarakat. Yang berhak mencabut mandat saya adalah masyarakat, bukan forum-forum yang merasa terganggu,” tegas Mr. Jhon dengan nada geram.

 

Lebih jauh, Reje kampung tempat Mr. Jhon menjabat RGM bahkan sudah mengajukan pengganti dirinya ke Dinas terkait. Sebuah langkah yang menggambarkan betapa dalamnya luka yang ditimbulkan oleh sebuah kritik yang seharusnya jadi cermin, bukan cambuk ego.

 

Kasus ini kini bergulir di tengah masyarakat. Mr. Jhon tak tinggal diam. Ia menyambangi instansi demi instansi, membawa satu misi: mencari keadilan.

 

“Kalau kritik saja dilarang, lalu untuk apa ada demokrasi di tingkat desa? Jangan-jangan yang takut dikritik, memang sedang menyembunyikan sesuatu?” ucap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

 

Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah didesak turun tangan. Kasus ini bukan sekadar soal pemecatan, tapi juga menyangkut iklim demokrasi, kebebasan menyampaikan pendapat, dan transparansi pengelolaan dana negara.

 

Masyarakat berharap, Pemkab tidak menutup mata. Hari ini Mr. Jhon, besok bisa siapa saja yang bersuara. Dan jika suara rakyat dibungkam, lalu apa lagi yang tersisa dari yang disebut “pemerintahan kampung”?

 

Sumber:Lintas Gayo.Com

 

(Redaksi)

 

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *