Komnas HAM Surati BWSS Aceh Terkait Waduk Keureuto: Desak Klarifikasi Ganti Rugi Tanah yang Belum Dibayar

Yusra Efendi
5 Jul 2025 06:08
HUKUM 0 195
3 menit membaca

Bener Meriah, SCNews.co.id –5 Juli 2025, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia secara resmi melayangkan surat kepada Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera I (BWSS Aceh), meminta klarifikasi atas dugaan pelanggaran hak masyarakat terkait pembebasan lahan proyek Waduk Keureuto. Surat dengan nomor 315/MD.00.00/K/VI/2025, tertanggal Juni 2025, itu merupakan respon atas laporan dari kuasa hukum warga, Yuyung Priadi, S.H., dari Kantor Hukum YF & Partners.

 

 

Surat tersebut menindaklanjuti pengaduan masyarakat penggarap dan penguasa fisik lahan negara (APL) di Kampung Simpur, Kecamatan Mesidah, Kabupaten Bener Meriah, yang merasa hak mereka diabaikan. Dalam laporan tersebut, warga mengaku tidak diikutsertakan dalam daftar nominatif pengadaan tanah, meskipun mereka secara aktif menggarap dan menguasai lahan serta telah mengikuti seluruh tahapan sosialisasi dan pendataan.

 

“Kami sudah melalui semua proses dari sosialisasi, penandatanganan berita acara kesepakatan lokasi, hingga uji publik. Tapi saat pengumuman peta bidang dan daftar nominatif keluar, nama kami tidak tercantum,” ungkap Samsul Bahri, salah satu warga yang lahannya terdampak proyek namun belum mendapat kompensasi.

 

Surat dari Komnas HAM menyebutkan bahwa meski masyarakat telah memberikan sanggahan terhadap tidak dicantumkannya mereka dalam data, namun tidak ada tanggapan konkret dari instansi terkait. Padahal, Bupati Bener Meriah sebelumnya telah menetapkan lokasi proyek Waduk Keureuto sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui SK Nomor 593.82/592/SK/2020.

 

Komnas HAM menegaskan bahwa fungsi mediasi HAM yang mereka lakukan merupakan mandat dari UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya dalam Pasal 76 dan Pasal 89. Dalam surat tersebut, Komnas HAM meminta BWSS Aceh memberikan klarifikasi tertulis disertai bukti-bukti relevan paling lambat 14 hari kerja sejak surat diterima, serta mengingatkan bahwa hak atas kesejahteraan rakyat dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 40 UU HAM.

 

Selain kepada BWSS Aceh, surat tersebut juga ditembuskan kepada Menteri PUPR, Dirjen SDA Kementerian PUPR, serta Ketua dan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM.

 

Warga mendesak agar klarifikasi ini bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi pintu penyelesaian yang adil. Sebab, selama ini mereka menyaksikan alat berat dari PT Putra Ogami Jaya dan PT Brantas Abipraya (Persero) beroperasi di lahan mereka tanpa kompensasi, bahkan mengambil material batu untuk proyek tanpa seizin pemilik garapan.

 

“Kalau hak kami terus diabaikan, maka jalur hukum di Pengadilan HAM akan kami tempuh. Ini soal hak dasar kami sebagai warga negara,” tegas Hj Hasan warga terdampak.

 

Proyek Waduk Keureuto yang dirancang sebagai solusi pengairan dan pengendalian banjir di wilayah Aceh justru menyisakan persoalan pelik di lapangan. Warga berharap Komnas HAM dapat mendorong penyelesaian yang manusiawi dan adil, serta memanggil tanggung jawab negara atas proyek yang mengatasnamakan pembangunan namun belum menjamin perlindungan hak-hak dasar masyarakatnya.

 

Hingga berita ini diturunkan, BWSS Aceh belum memberikan tanggapan resmi terhadap surat dari Komnas HAM maupun tuntutan warga terkait ganti rugi lahan.

 

 

Tim Redaksi

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *