Komnas HAM Warning BPN! Proyek Waduk Keureuto Diduga Rugikan Warga: “Tanah Dirampas, Hak Dihilangkan”

Yusra Efendi
11 Jul 2025 15:38
2 menit membaca

Banda Aceh,SCNews.co.id – 11 Juli 2025, Proyek Waduk Keureuto kembali memicu badai polemik. Di balik klaim pembangunan untuk kepentingan nasional, terselip kisah dugaan perampasan hak tanah milik rakyat kecil. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akhirnya turun tangan, menyurati BPN Provinsi Aceh dan BPN Kabupaten Aceh Tengah, menuntut klarifikasi resmi atas pengukuran lahan yang dinilai cacat hukum dan sarat manipulasi.

 

Surat dengan nomor 306/K/PMT/VII/2025 itu menjadi reaksi atas laporan seorang warga bernama Samsul Bahri, yang bersama warga lain di Kampung Simpur dan Kampung Pasir Putih, Bener Meriah, merasa dirampas haknya atas tanah yang mereka garap dan kuasai selama puluhan tahun.

 

Pengukuran tanah oleh BPN diduga hanya menguntungkan segelintir pihak, salah satunya Saipullah, yang mengklaim kepemilikan melalui surat sporadik seluas 38 hektare. Yang lebih mengejutkan, dasar klaim ini berasal dari surat yang diterbitkan oleh mantan Reje Kampung Rusip, padahal wilayah itu tidak termasuk dalam zona genangan proyek waduk. Bukti lainnya menunjukkan bahwa penerbitan surat tersebut melanggar Surat Edaran Bupati Bener Meriah tahun 2020 yang telah melarang keras penerbitan surat sporadik baru.

 

Warga penggarap, yang selama ini hidup dari tanah yang kini masuk dalam wilayah proyek, tidak pernah menerima ganti rugi. Lebih parah lagi, pengukuran dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat dan tanpa putusan pengadilan yang mengesahkan kepemilikan pihak-pihak baru.

 

Proses yang seharusnya transparan dan adil justru berubah menjadi ladang kecurigaan. Nama-nama penggarap asli tidak tercantum dalam daftar nominatif, sementara klaim baru melenggang masuk melalui proses yang tidak masuk akal. Ketika warga menyampaikan keberatan resmi, jawaban yang mereka terima hanyalah diam dan pembiaran.

 

“Ini bukan sekadar pengukuran, ini bentuk pemusnahan hak rakyat atas tanah mereka sendiri oleh negara,” kata salah satu aktivis hak tanah di Aceh Tengah yang enggan disebutkan namanya.

 

Komnas HAM mengingatkan bahwa hak atas tanah dan kesejahteraan rakyat adalah hak asasi manusia, dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-Undang HAM. Pemerintah, melalui BPN dan pejabat daerah, diminta bertanggung jawab penuh atas setiap tindakan yang menyebabkan hilangnya hak-hak warga.

 

Dalam suratnya, Komnas HAM memberikan waktu 30 hari kepada dua kantor pertanahan untuk memberikan klarifikasi lengkap, disertai bukti pendukung yang sah. Bila tidak, kasus ini dapat masuk tahap investigasi lebih lanjut, termasuk kemungkinan pemanggilan pejabat terkait dan rekomendasi penindakan hukum.

 

 

Hingga berita ini diterbitkan, BPN Aceh dan BPN Aceh Tengah belum mengeluarkan pernyataan apapun. Publik bertanya: **Apakah negara sedang melindungi pelang

 

 

Tim Redaksi

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *