Takengon, SCNews.co.id – 15 juni 2025, Proyek rekonstruksi Jembatan Keniken II di Jalan Owaq Kala Ili, Jamat, Kemukiman Wih Dusun Jamat, Kabupaten Aceh Tengah, menjadi sorotan publik lantaran progresnya yang sangat lambat. Dikerjakan oleh CV. Restomi dan diawasi oleh CV. Levelling Consultant, proyek ini sudah dimulai sejak 13 Februari 2025 dan dijadwalkan rampung pada 10 Oktober 2025. Namun hingga kini, progres fisiknya baru menyentuh sekitar 10 persen.
Masyarakat Linge, Namtara, menilai ada indikasi bahwa keterlambatan ini bukan semata masalah teknis, tetapi bisa jadi disengaja. “Sangat mengecewakan. Proyek ini krusial karena menjadi akses utama lima desa. Jangan-jangan perusahaan pelaksananya abal-abal dan hanya mengejar proyek tanpa kapasitas teknis memadai,” ujar Namtara, lantang.
Menurutnya, proyek ini menyedot anggaran negara sebesar Rp 1,9 miliar, sehingga patut dipertanyakan mengapa pengerjaannya berjalan seolah tanpa urgensi. Ia juga mengungkapkan bahwa ada tiga kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana lainnya di ruas jalan yang sama, namun semuanya menunjukkan progres yang lelet.
“Ini bukan kasus satu proyek, tapi pola sistemik. Buruknya manajemen tenaga kerja di lapangan, pekerja yang ditarik-tarik antar kegiatan, dan pengawasan yang lemah, membuat proyek ini seolah dibiarkan mangkrak,” tegasnya.
Lebih lanjut, Namtara mempertanyakan logika pelaksanaan proyek. “Cuaca sedang bagus, tapi kenapa malah tidak dikebut? Apa tunggu musim hujan baru kerja? Ini sangat tidak masuk akal. PPTK dan rekanan seharusnya bekerja secara profesional, bukan sekadar mencari alasan untuk menutupi kegagalan,” katanya geram.
Namtara mendesak Pemkab Aceh Tengah dan BPBD Aceh Tengah untuk tidak tinggal diam. Menurutnya, sikap permisif terhadap proyek-proyek lambat hanya akan melanggengkan kebiasaan buruk dalam tata kelola pembangunan. “Kalau benar-benar serius kerja untuk rakyat sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, hentikan sandiwara proyek ini! Segera evaluasi kinerja rekanan dan ambil tindakan tegas.”
Ia menegaskan bahwa dana proyek ini berasal dari rakyat dan harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya. “Hampir Rp 2 miliar uang negara dipakai. Jangan main-main. Jangan biarkan proyek ini jadi simbol kegagalan pemerintah daerah,” pungkas Namtara.
Tim Redaksi
Tidak ada komentar