Minuman Keras Bukan Delik Aduan: Advokat Muda Budiman SH. Angkat Bicara. 

Yusra Efendi
23 Jul 2025 03:15
HUKUM 0 154
2 menit membaca

Takengon, SCNews.co.id – 23 Juli 2025, Kasus konsumsi minuman keras (khamar) yang terjadi di Aceh Tengah belum juga ditindak secara hukum oleh aparat, padahal pelanggaran ini merupakan delik biasa yang tidak memerlukan aduan dari masyarakat.

 

Hal ini ditegaskan oleh Budiman, S.H., Advokat Muda Aceh Tengah, yang menyebutkan bahwa aparat penegak hukum, khususnya Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH), tidak memiliki alasan untuk tidak bertindak.

 

“Dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Pasal 15 ayat (1) ditegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja meminum khamar diancam dengan ‘uqubat hudud berupa 40 kali cambuk. Ini delik biasa, aparat wajib bertindak meski tanpa laporan,” ujar Budiman saat dimintai keterangan, Rabu (23/7/2025).

 

 

 

Menurutnya, pembiaran atas kejadian tersebut justru mencederai keistimewaan Aceh yang selama ini dijaga melalui penegakan syariat Islam. Ia menilai permintaan maaf pelaku di tingkat desa bukanlah penyelesaian yang sah menurut hukum yang berlaku di Aceh.

 

“Permintaan maaf tidak menghapus pelanggaran terhadap qanun. Ini bukan perkara adat, ini pelanggaran hukum syariat. Jika dibiarkan, maka aparat justru ikut melanggar dengan cara pembiaran,” tegas Budiman.

 

 

Budiman juga mendesak agar Satpol PP Aceh Tengah segera bergerak mengusut pelaku pesta miras, meski peristiwa tersebut terjadi beberapa hari yang lalu. Ia menilai, jika tidak segera ditindaklanjuti, maka masyarakat akan menganggap bahwa hukum hanya berlaku bagi kalangan tertentu.

 

“Kalau Satpol PP tidak bertindak, ini bisa jadi preseden buruk. Publik akan menganggap hukum jinayat hanya simbol, bukan sistem hukum yang dijalankan secara nyata.”

 

Budiman juga mengingatkan bahwa Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat memang mengatur tentang penyelesaian masalah di tingkat desa, namun hanya berlaku pada 18 perkara tertentu. Konsumsi minuman keras tidak termasuk di dalamnya.

 

“Tidak ada satu pun pasal dalam Qanun itu yang menyebutkan bahwa khamar bisa diselesaikan di tingkat desa. Jadi kalau ada yang mengklaim sudah selesai secara adat, itu justru bentuk pembangkangan terhadap qanun Aceh sendiri,” ungkapnya.

 

Sebagai penutup, Budiman menegaskan bahwa wibawa hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan terus menurun jika penegakan hukum dilakukan secara tebang pilih.

 

“Kita hidup di Aceh, kita tunduk pada qanun. Bila aparat diam, maka mereka sama saja ikut mengangkangi qanun yang menjadi ciri kekhususan Aceh,” pungkasnya.

 

 

Redaksi

 

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x