*Peresmian PLTA Peusangan di Percepat:Maslah Ganti Rugi Di Perlambat*

Yusra Efendi
23 Jun 2025 04:17
2 menit membaca

Takengon, SCNews.co.id  -22 Juni 2025 Di balik gegap gempita rencana kunjungan Presiden RI untuk meresmikan Proyek Strategis Nasional (PSN) PLTA Peusangan di Aceh Tengah, terselip kenyataan pahit yang belum terselesaikan: masyarakat masih menjerit, hak-hak rakyat belum ditegakkan.

 

Proyek raksasa yang digadang-gadang akan menjadi tulang punggung kelistrikan di Aceh dan Sumatera Utara itu ternyata masih menyisakan luka dalam. Sejumlah warga terdampak belum menerima ganti rugi yang adil atas lahan mereka yang kini telah berubah menjadi fasilitas negara. Alih-alih keadilan, mereka justru menghadapi proses panjang yang melelahkan secara psikologis, finansial, bahkan sosial.

 

“Ini bukan tentang menolak pembangunan. Ini tentang hak rakyat yang dikesampingkan. Bagaimana mungkin Presiden datang dan meresmikan proyek yang masih menyimpan konflik agraria?” tegas Gilang Ken Tawar, aktivis dari Aliansi Masyarakat Gayo (AMG), saat dimintai tanggapan.

 

Gilang menilai, peresmian proyek ini seolah ingin menutup mata atas perjuangan masyarakat yang belum tuntas. Ia menyebutkan bahwa konflik ini sudah berlangsung lama, tapi tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.

 

“Kami yakin Presiden tidak tahu sepenuhnya bahwa masih ada warga yang belum mendapatkan haknya. Ini bukan sekadar soal infrastruktur ,ini soal martabat warga negara,” imbuhnya.

 

Salah satu warga, yang memilih tidak disebutkan namanya, menyampaikan suara hati yang menyentuh:

 

“Saya ini cuma rakyat kecil. Tak sanggup bayar pengacara, tak kuat menghadapi hukum yang mahal dan memihak yang kuat. Tapi saya percaya, masih ada pemimpin yang punya hati. Jangan biarkan kami dikorbankan demi pencitraan,” katanya lirih.

 

Warga menyatakan bahwa mereka telah berupaya menyelesaikan persoalan ini secara damai dan administratif. Bahkan, pertemuan mediasi telah difasilitasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Takengon bersama pihak PLTA dan instansi terkait. Namun hingga kini, belum ada hasil konkret. Janji tinggal janji, dan rakyat tetap dalam ketidakpastian.

 

PLTA Peusangan adalah proyek prestisius, namun jika peresmian dilakukan tanpa menyelesaikan dampak sosialnya, maka proyek ini akan dikenang bukan sebagai simbol kemajuan, tapi sebagai simbol ketidakadilan.

 

Pemerintah daerah dan pihak pelaksana proyek perlu sadar bahwa pembangunan sejati bukan hanya soal angka dan mesin, melainkan juga menghargai jeritan sunyi masyarakat yang terdampak. Jangan sampai Presiden datang menggunting pita, sementara luka rakyat dibiarkan menganga di balik tirai kemegahan.

 

 

Redaksi

 

 

 

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *