Takengon, SCNews.co.id – Proyek Rekonstruksi Jembatan Keniken II di Jalan Wag Kala Ni Jamat, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, mulai menyisakan lebih banyak tanda tanya ketimbang jawaban. Hampir tiga bulan sejak diterbitkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) pada April 2025, progres fisik pembangunan yang menelan anggaran Rp1,97 miliar itu baru mencapai sekitar 10 persen.
Padahal, proyek ini masuk dalam skema percepatan penanganan infrastruktur pascabencana yang digagas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tengah. Namun, realisasi di lapangan justru menunjukkan kinerja yang jauh dari harapan.
CV. Restoemi, kontraktor asal Kota Langsa yang memenangkan tender, mulai digugat secara moral oleh publik. Lambatnya pelaksanaan pekerjaan disinyalir sebagai cermin buruknya manajemen proyek di tingkat pelaksana.
“Kalau sudah tiga bulan tapi baru 10 persen, ini bukan hanya soal teknis. Ini menyangkut tanggung jawab terhadap penggunaan uang rakyat,” ujar seorang aktivis kebijakan publik di Takengon, Selasa (10/6/2025).
Tak hanya pelaksana, nama CV. Leviling Consultan selaku konsultan pengawas pun ikut diseret dalam pusaran kritik. Fungsi pengawasan yang mestinya menjadi garda terdepan dalam menjamin mutu dan waktu pelaksanaan, justru absen dari pengamatan publik.
“Kalau pengawasnya benar-benar jalan, progres tidak akan segini. Kuat dugaan, fungsi kontrol dilemahkan atau bahkan diabaikan,” lanjutnya.
Pertanyaan yang lebih mengusik adalah: bagaimana dengan dana muka proyek? Dalam ketentuan pelaksanaan APBD, perusahaan yang telah mengantongi kontrak dan SPMK biasanya bisa mencairkan uang muka sebesar 20 hingga 30 persen dari nilai total kontrak.
“Kalau baru 10 persen di lapangan, wajar kalau publik bertanya: uang muka itu digunakan untuk apa? Jangan-jangan sudah ditarik, tapi bukan untuk kegiatan proyek,” ucapnya.
Di Kecamatan Linge, nada kekecewaan terdengar makin keras. Penunjukan kontraktor luar daerah, tanpa pemahaman medan kerja dan komitmen sosial lokal, dianggap sebagai kesalahan yang berulang.
“Kontraktor dari luar hanya muncul di awal. Setelah itu, lokasi proyek seperti tanpa tuan. Warga hanya bisa menunggu, sementara waktu terus habis,” keluh seorang tokoh masyarakat setempat.
Kepala Pelaksana BPBD Aceh Tengah, Andalika, sebelumnya menyebut bahwa seluruh kontrak pekerjaan ditandatangani pada Januari 2025, sementara SPMK diterbitkan secara bertahap sejak pertengahan Maret. Ia menyatakan pihaknya berkomitmen menjaga mutu dan waktu pelaksanaan dengan memperkuat koordinasi lintas sektor.
“Kita akan pastikan seluruh kegiatan berjalan sesuai prinsip transparansi publik dan asas manfaat,” ujarnya.
Namun hingga berita ini diturunkan, pihak pelaksana maupun konsultan pengawas belum memberikan penjelasan resmi meski telah dihubungi oleh redaksi.
Dengan sisa waktu pelaksanaan yang terus menipis, publik kini menunggu: apakah proyek Jembatan Keniken II akan terselamatkan, atau justru menyusul jejak proyek-proyek mangkrak lainnya?
(Tim Redaksi)
Tidak ada komentar