*Skandal Dugaan Gratifikasi di Inspektorat Aceh Tengah, Aktivis Desak Bupati dan APH Bertindak Tegas*

Yusra Efendi
9 Jun 2025 06:58
3 menit membaca

Takengon, SCNews.co.id —  9 Juni 2025,Lembaga yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menjaga integritas tata kelola pemerintahan kini diterpa isu serta indikasi serius. Seorang oknum pejabat Inspektorat Aceh Tengah berinisial MP, yang menjabat sebagai Ketua Tim Audit Khusus, Diduga menerima gratifikasi dari aparatur kampung dalam penanganan kasus dugaan penyimpangan dana desa di Karang Bayur, Kecamatan Bies.

 

Informasi dugaan tersebut mencuat ke publik setelah seorang sumber mengungkap bahwa MP menerima uang baik secara tunai maupun transfer dari Reje Kampung Karang Bayur dan salah seorang anggota RGM, Mullisin. Transaksi itu diduga terjadi di sebuah kafe di kawasan Takengon.

 

“Saya menyaksikan sendiri bukti transfernya,” ujar narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan. Ia menambahkan, informasi ini juga telah disampaikan ke sejumlah aktivis sipil untuk mendorong terbentuknya tekanan publik terhadap pihak berwenang.

 

Salah satu yang bersuara lantang adalah aktivis sosial dan sekaligus Ketua LSM Anti Korupsi Indonesia Cabang Aceh Tengah, Ruhdi Sahara, Dalam keterangannya, Ruhdi meminta Bupati Aceh Tengah serta Aparat Penegak Hukum (APH), dan lembaga pengawas eksternal seperti BPKP dan Ombudsman untuk tidak tinggal diam.

 

“Ini bukan hanya soal pelanggaran etik, tapi menyangkut potensi dari indikasi tindak pidana korupsi yang terstruktur. Jika benar, maka ini adalah bentuk gratifikasi yang melanggar hukum dan mencederai konstitusi pemerintahan dan harus diproses secara Hukum yang berlaku” tegas Ruhdi.

 

Lebih lanjut, Ruhdi mengingatkan bahwa dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji karena jabatan, dapat dipidana berdasarkan Pasal 12B. Gratifikasi yang tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari dianggap sebagai suap.

 

“Pemerintah daerah, dalam hal ini Bupati, wajib melakukan tindakan administratif untuk memastikan lembaga Inspektorat tidak dijadikan alat kompromi atau ruang negosiasi terhadap pelanggaran hukum,” tambahnya.

 

Sementara itu, saat dikonfirmasi, MP membantah keras telah menerima gratifikasi. Ia mengakui pernah meminjam uang sebesar Rp5 juta dari saudara Muklisin, melaui ces dan ada juga yang di transfer,namun ia menyebut bahwa pinjaman tersebut disertai akad dan bukan dalam konteks permintaan uang sebagai pejabat pemeriksa.

 

“Kalau pinjaman uang itu dianggap gratifikasi, maka itu kesalahan dalam pemahaman. Saya tidak pernah meminta uang dalam kapasitas sebagai auditor. Ini murni pinjaman,” ujar MP saat di konpirmasi lewat Via tlpn.

 

Namun, penjelasan tersebut dinilai belum cukup menjawab dugaan publik,Masyarakat tetap menilai bahwa hal yang seperti ini tidak Dapat di toleril, untuk menguak misteri ini perlu adanya kajian evaluasi terhadap lembaga Pengawas di internal Pemerintah Daerah demi menjaga kridibelitas dan propesionallisme lembaga Inspektorat.

 

 

(Tim Redaksi)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *